Tinggal di tengah lingkungan kampung di pusat kota
Yogyakarta yang sarat dengan berbagai jenis pekerjaan, berbagai macam aktivitas
rutin keseharian membuat rasanya tak pernah sepi. Hampir setiap hari masyarakat
bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, namun ada pula yang tak
bekerja dengan alasan mengurus anak. Ada juga yang tak bekerja karena sudah
mengandalkan
uang pensiun dari suaminya, bisa dibilang hidupnya tinggal menikmati hari tua
saja. Namun kenyataan yang ada di masyarakat kampung, baik mereka yang sudah
bekerja apalagi mereka yang tak bekerja yang hanya mengandalkan uang dari
suami, uang dari anaknya ataupun uang dari pensiunan suami rasanya mereka semua pernah berhutang. Baik
berhutang kepada tetangga di kanan kirinya ataupun berhutang melalui para rentenir.
Memang kebutuhan hidup dengan harga kebutuhan pokok
yang semakin tinggi, tingkat konsumerisme masyarakat yang tak bisa dibendung
mengakibatkan mereka baik yang sudah bekerja mengalami jumlah pengeluaran lebih
besar dari pada pemasukan. Dalam pepatah Jawa berbunyi “gegedhen empayak kurang cagak.” Yang bekerja rutin di kantor
ataupun di pabrik-pabrik saja masih berhutang sana-sini untuk mencukupi
kebutuhan hidup sehari-hari, ini apa lagi yang tak bekerja, yang hanya
mengandalkan uang dari suami ataupun uang dari pensiunan. Bisa
dibayangkan mereka akan hutang sana-sini,
gali lubang tutup lubang.
Beruntung sekali jika mereka punya tetangga yang begitu baik yang mau
meminjami uang, karena kebanyakan mereka tak pakai bunga. Namun sayang untuk
menemukan orang yang rela dan mau dipinjami uang terus menerus jumlahnya tak
banyak dan sangat sedikit apalagi masayarakat di kota. Selalu saja ada alasan, “wah
uangnya baru dipinjam si A, tak punya uang, belum gajian,” dan masih banyak lagi seribu satu alasan lainnya.
Nah masyarakat yang kepepet karena kebutuhan yang mendesak ini lalu tertarik
dengan jasa rentenir yang menjamur di masyarakat. Tak perlu ribet-ribet mengurus, uang langsung
ditangan. Masyarakat yang kepepet tentu sangat senang dengan sistem ini.
Namun mereka tak sadar berapa bunga yang harus mereka bayar. Dipinjamkan
uang 400 ribu bunga sampai 100- 150
ribu. Hari ini terima 400 ribu, lalu minggu depan harus setor 50 ribu sejumlah
10 kali. Celakanya lagi uang yang diterima 400 ribu itu hanya untuk menutup
hutang ditempat lain. Saat minggu depan giliran untuk membayar setoran yang 50 ribu
sudah tak ada
uang. Cara tutup pintu, pura-pura rumah
sepi, sengaja ditinggal pergi merupakan
salah satu cara yang sering dilakukan oleh orang. Lari dari tanggung jawab.
Mereka menghindar, namun secara tak langsung tak menyelesaikan masalahnya.
Dan untuk kasus ini pula yang semakin memperhatinkan
di masyarakat, mereka tak hanya berhutang di salah satu rentenir saja, mereka berhutang
lebih dari satu.
Bahkan di depan rumah saya,
dari hari Senin sampai Sabtu selalu dikunjungi rentenir untuk menarik angsuran. Ada
yang satu hari malah dua rentenir yang
mengunjunginya, untuk menagih setoran yang berbeda. Jika mau dihitung totalnya, satu bulan
tetangga depan rumah saya itu bisa mengeluarkan uang hampir satu juta untuk
para rentenir. Jumlah yang besar, maksud hati mau mencukupi kebutuhan hidup,
namun justru malah menyengsarakan. Dan itu tak disadari oleh mereka, berapa
jumalah uang yang mereka keluarakan buat
mengasur cicilan hutang.
Sungguh keprihatinan sendiri yang terjadi di masyarakat, mereka
masuk dalam rantai yang secara tak langsung
akan membebani mereka. Butuh penyadaran agar mereka berani memutuskan tali ketergantungan terhadap para rentenir. Rentenir
tak akan menyelesaikan masalah,
malah menambah beban hidup
mereka. Mendidik masyarakat untuk menyelesaikan masalah secara tepat merupakan
salah satu langkah untuk membuat masyarakat menjadi mandiri. Penyadaran
manajeman keuangan rumah tangga perlu diingatkan kembali. Proses penyadaran lewat pertemuan arisan di RT, pertemuan
ibu-ibu PKK mengenai manajemen keuangan rumah tangga perlu terus dialakukan. Bagaimana
menyeimbangkan besarnya pemasukan dengan pengeluaran yang tak berat sebelah.
Ajakan gerakan untuk menabung, di masyarakat juga harus
terus dilakukan. Sebagai bentuk usaha untuk mengurangi uang jajan sehari-hari,
sambil secara tidak langsung memberikan contoh kepada anak-anaknya. Berusaha
menyisakan uang untuk menabung, untuk
keperluan pendidikan, keperluan
jangka panjang dan untuk membayar kebutuhan yang tak terduga.
Jika dihitung-hitung ternyata besarnya pengeluaran
tiap bulan lebih banyak dibandingkan dengan pemasukan. Maka perlu
dipikirkan bagaimana cara untuk
menghemat pengeluaran yaitu mengurangi pola konsumtif untuk kebutuhan yang tidak perlu.
Perlu juga bagaimana cara untuk menambah pemasukan dengan cara yang halal.
Dengan usaha yang kira-kira mampu untuk dilakukan. Bukan cara singkat hutang melalui rentenir.
Maka disinlah perlunya bank-bank besar nasional ataupun swasta untuk turun ke
masyarakat. Karena selama ini bank-bank besar serasa jauh dan sulit dijangkau oleh masyarakat. Memberikan
modal bagi masyarakat kecil ataupun kelompok masyarakat untuk membuka usaha merupakan hal yang
sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Salah
satu usaha yang bisa dilakukan dengan mudah yaitu usaha jualan makanan-makan
kecil seperti ceriping Gethuk dari Muntilan yang dibeli dari pembuatnya seharga
Rp.4.000,00. Setelah sampai di Jogja bisa dijual seharaga Rp 8.000,00. Dan mungkin
masih banyak lagi jenis-jenis makanan kecil dari daerah lain yang jika di jual
di kota asal akan laku.
Dengan melalaui pertemuan rutin ibu-ibu PKK yang
diadakan rutin setiap bulan mungkin dapat dilakukan oleh bank-bank dalam
menyalurkan kredit ke masyarakat.
Bukan hanya menyalurkan
kredit, namun juga yang tak kalah pentingnya menyadarkan masyarakat untuk pentingnya
menabung. Dengan menabung secara tak
langsung membuat masyarakat
menjadi mandiri. Saat masyarkat menjadi mandiri, masyarakat tentu tak lagi bergantung
pada rayuan rentenir. Semoga dengan usaha Bank
Mandiri untuk semakin dekat dengan masyarakat, akan
semakin membuat masyarakat
pada khusunya dan bangsa Indonesia menjadi lebih
mandiri.
“Tulisan
ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dari http://www.bankmandiri.co.id dalam rangka memperingati HUT
Bank Mandiri ke-14. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan merupakan
jiplakan.“
Tidak ada komentar:
Posting Komentar