Banyak hal yang akan kita jumpai
saat kita mendaki puncak gunung. Seperti saat kami mendaki puncak Gunung
Slamet. Di perjalanan naik kami, kami berpapasan dengan mahasiswa dari Jerman,
yang sedang kuliah di UGM. Dia mendaki seorang diri, dan baru pertama kali naik
gunung Slamet. Alasan dia mendaki ingin membuktikan bahwa tulisan tentang jarak
pendakian ke gunung Slamet itu benar atau salah. Memang banyak sekali tulisan
entah dari blog pribadi bertebaran dimana-mana, yang menuliskan proses lamanya
pendakian ke gunung Slamet. Ternyata setelah dia cerita, mendaki gunung Slamet
jauh berbeda dengan apa yang ia baca. Lamannya waktu dan medan yang berat.
(niat amat tuh bule…..)
Saat perjalanan mendaki, juga
saya temui seorang ayah yang mengajak anaknya laki-laki umur enam tahun untuk
mendaki. Mereka merupakan salah satu rombongan dari Jakarta. Dari basecamp
sebelum saya naik, saya melihat anak tersebut berjalan dengan digandeng sama
ayahnya. Lalu kami bertemu lagi diperjanalan menuju pos 2, terlihat anaknya itu
sudah tidur kelelahan dipangkuan sang ayahnya. Tak tahu apakah mereka
melanjutkan perjalanan ataukah turun lagi ke basecamp. (duh ayah yang gaul tapi….kok ya gak kasihan
sama anaknya tho yah…..)
Hal lucu lainnya saat perjalanan
ada serombongan orang yang sudah nyampe ke pos
7 harus turun lagi ke pos lima dikarenakan pos tujuh penuh tak ada
tempat untuk mendirikan tenda. Padahal di pos lima juga sudah penuh tenda…tak
tahu mereka jadinya mendirikan tenda dimana akhirnya…..(kalau jadi aku…ngapain
harus turun lagi, sudah capek2 naik, kok turun, padahal mau ke puncak….kalu
tidur yang tinggal tidur saja seperti kami….yang tidur beralaskan matras dan
beratapkan bintang-bintang langit…dan kami memutuskan untuk tidur di pos enam,
yang kecil…)
Kelucuan juga terjadi di puncak…banyak
orang-orang mendaki dengan atribut yang unik..terlihat ada yang memakai
serangam lengkap seorang polisi militer, lalu ada yang memakai toga. Ada juga
orang yang melakukan ritual, membakar dupa sambil berdoa. Dan hampir semuanya
pada narsis sendiri-sendiri foto-foto.
Hal yang menurut aku kurang tepat
adalah melihat orang yang memasak di puncak gunung. Dipuncak gunung itu kita diberi kesempatan
untuk menikmati, memandang , dan mensyukuri karunia ciptaan sang Pencipta,
serta bersyukur dapat sampai kepuncak dengan selamat. Kenapa kita harus
menyibukan diri dengan memasak? Selain itu akibat kita memasak, tentu banyak
sisa kotaran walaupun kecil yang akan tertinggal. Seperti sisa tisu, tumpahan
air susu, tumpahan minyak walaupun sedikt tentu akan membekas di tanah. Lagian
di puncak gunung orang juga tak akan berlama-lama, mengingat asam belerang yang
terus membumbung dikeluarkan oleh kawah gunung Slamet. Ingat ya sudah menjadi
tradisi serta cerita dari simbah-simbah kita dulu bahwa puncak gunung itu adalah
tempat yang suci. Jadi jangan sekali-kali kita mengotori atau meninggalakn
sampah di gunung, apalagi di puncak gunung,
-sigal-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar