Catatan Harian Jejak Langkah Misioner Selasa 12 April 2017
“Makan Ulat Sagu”
Kampung Aiwat terdapat sebuah empat persimpangan. Dari arah dermaga kecil milik kampung jalan mengarah kepada sebuah persimpangan. Dimana persimangan yang kekanan akan ada jalan setapak kecil yang dikanan kiri itu juga ada rumah hingga kurang lebih 300 m hingga jalan menuju ke arah hutan., Jika ambil jalan lurus juga sama, kurang kebih 300 m akan menuju kearah hutan yang ditumbuhi karet, Jika ambil ke kiri dari persimpangan akan terdapat jalan yang menbghubugkan ke pusat kota Asike. Jumlah penduduk kampung, banyak yang tinggal di sebelah kiri dari perempatan ini. Letak gerejanya di sudut kanan persimpangan.. Pagi itu saya jalan-jalan ke sebelah kanan sampai kehutan, setelah hari minggu kemaren saya jalan-jalan ke kiri persimpangan sampai rumah yang paling ujung.
Kemudian saya diajak untuk melihat penduduk yang sedang pangkur sagu di hutan. Perjalanan yang licin, harus hati-hati. Sesampai di hutan kami juga harus melewati lumpur lalu genangan air seperti rawa-rawa dengan kedalaman air yang tak terlampau dalam. Dalam hati semoga tak ada lintah yang menempel di kaki.
Melihat pohon-pohon sagu yang ada di hutan, serta ada yang sedang pangkur sagu. Salah satu penduduk ada juga yang sedang memanen ulat sagu dari batang sagu yang sengaja didiamkan beberapa waktu. Ada banya ulat sagu yang dimasukan dalam ember kecil.
Sesampainya di rumah ulat sagu itu kemudian dijadikan sebuah masakan oseng-oseng ulat sagu. Dan saya pun memakannya. Rasanya hanya terasa saat kita makan bagian ekor dan kakinya seperti makan kaki udang. Badannya tak ada rasa, karena isi badan di dalamnya hanya seperti air atau minyak.
Sebagai pelengkap oseng-oseng ulat sagu ditemani dengan sayur pelepah pisang. Dua makanan yang baru pertama kali saya coba..
“Tuhan memberikan rejeki pada hari ini dengan berbagai macam sarana yang ada”
“Makan Ulat Sagu”
Kampung Aiwat terdapat sebuah empat persimpangan. Dari arah dermaga kecil milik kampung jalan mengarah kepada sebuah persimpangan. Dimana persimangan yang kekanan akan ada jalan setapak kecil yang dikanan kiri itu juga ada rumah hingga kurang lebih 300 m hingga jalan menuju ke arah hutan., Jika ambil jalan lurus juga sama, kurang kebih 300 m akan menuju kearah hutan yang ditumbuhi karet, Jika ambil ke kiri dari persimpangan akan terdapat jalan yang menbghubugkan ke pusat kota Asike. Jumlah penduduk kampung, banyak yang tinggal di sebelah kiri dari perempatan ini. Letak gerejanya di sudut kanan persimpangan.. Pagi itu saya jalan-jalan ke sebelah kanan sampai kehutan, setelah hari minggu kemaren saya jalan-jalan ke kiri persimpangan sampai rumah yang paling ujung.
Kemudian saya diajak untuk melihat penduduk yang sedang pangkur sagu di hutan. Perjalanan yang licin, harus hati-hati. Sesampai di hutan kami juga harus melewati lumpur lalu genangan air seperti rawa-rawa dengan kedalaman air yang tak terlampau dalam. Dalam hati semoga tak ada lintah yang menempel di kaki.
Melihat pohon-pohon sagu yang ada di hutan, serta ada yang sedang pangkur sagu. Salah satu penduduk ada juga yang sedang memanen ulat sagu dari batang sagu yang sengaja didiamkan beberapa waktu. Ada banya ulat sagu yang dimasukan dalam ember kecil.
Sesampainya di rumah ulat sagu itu kemudian dijadikan sebuah masakan oseng-oseng ulat sagu. Dan saya pun memakannya. Rasanya hanya terasa saat kita makan bagian ekor dan kakinya seperti makan kaki udang. Badannya tak ada rasa, karena isi badan di dalamnya hanya seperti air atau minyak.
Sebagai pelengkap oseng-oseng ulat sagu ditemani dengan sayur pelepah pisang. Dua makanan yang baru pertama kali saya coba..
“Tuhan memberikan rejeki pada hari ini dengan berbagai macam sarana yang ada”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar