Senin, 02 April 2012
Kisah si daun palma
Aku hidup di taman kecil rumah sang majikanku. Tak tahu dulu majikanku memang sengaja menanamku, atau aku tumbuh begitu saja. Tiap sore aku jarang disirami, jika daun-daunku tumbuh tak beraturan aku hanya dibiarkan begitu saja. Pikir majikanku, mungkin aku akan kering, jatuh dan mati sendiri.
Hingga suatu hari, tangan sang majikanku memotong dan mencabut aku. Akupun merasa sedih harus berpisah dengan batang dan teman-teman tangkai daun yang lainnya. Tetapi tak apa-apa, asalkan aku berguna bagi majikanku. Entah mau digunakan apa aku ini, akupun tak tahu. Setelah dipotong, daun-daunku dibersihkan dan dibeberapa bagian sengaja dirapikan. Tak berapa lama, akupun dibawa oleh majikanku dalam sebuah peristiwa penting. Ternyata aku sungguh bahagia, aku menjadi bagian penting dalam peristiwa mengenang penyambutan sang raja. Banyak sekali tangan-tangan manusia yang melambai-lambaikan aku bersama teman-temanku. Ternyata aku tak sendiri, ada ratusan orang yang memegang dan melambai-lambaikanku. Tampak orang begitu gembira dan bangga termasuk diriku dan majikanku.
Semangat dan gembiranya orang seperti segarnya daunku yang berwarna hijau. Setelah pulang mengikuti peristiwa mengelu-elukan sang raja. Aku bersama teman-teman yang lainnyapun dibawa pulang oleh sang majikan. Ada yang sampai rumah cuma di letakan begitu saja di meja, ada yang di pasang di dinding rumah, bahkan malah ada yang dibuang.
Namun beruntunglah aku, karena aku dipasang di dinding. Di dinding inilah aku dapat menyaksikan tingkah polah majikanku. Semangat, suka cita yang diawal ku jumpai, kini hari demi hari mulai layu. Semangat mulai berkurang, suka cita kembali tak berasa. Rasanya sejalan dengan tubuhku yang mulai layu.
Hari demi hari, hingga akhirnya bulan demi bulan tubuhku juga sudah mulai mengering. Kulihat setelah semangat layu, tampak kini hati majikanku juga tampak kering. Hidup yang dijalani serasa gersang. Kering hati karena kulihat dari atas dinding, majikanku jarang berdoa, jarang menebarkan kasih.
Tak terasa sudah hampir satu tahun berada di atas dinding. Kotoran, debu dan sarang laba-laba mulai memenuhi tubuhku. Sudah tubuhku kering, ditambah kotoran berupa debu dan sarang laba-laba tentu tak menarik majikanku tuk memandang bahkan mendekat sekalipun. Nampaknya majikanku sudah lupa, dulu aku dibersihkan, dirapikan dan digunakan untuk mengelu-elukan sang raja. Sekarang aku hanya dicampakan begitu saja. Mungkin hati majikanku juga sudah penuh dengan noda dosa dan terselimuti dengan debu dan terhalang oleh kotoran-kotoran hati yang telah menumpuk.
Dan lama setelah aku diacuhkan, tiba-tiba suatu hari, majikanku mengambilku dan menurunkanku dari atas dinding. Entah apa yang akan diperbuat denganku. Akupun dibersihkan dihilangkan dari sarang laba-laba dan berbagai kotoran yang menempel di tubuhku.
Akupun dibawa oleh majikanku ke tempat aku sendiri yang tak tahu. Di tempat itu ternyata aku bertemu dengan teman-temanku. Sang majikan menjadikan dan mengumpulkan aku bersama-sama dengan teman-temanku. Kali ini kulihat sang majikan agak berbeda dengan hari-hari yang lalu. Tampak sikap tobat dan penyesalan yang dipancarkan. Kali ini aku melihat sang majikan benar-benar berbeda, dan akupun ikut senang.
Hingga tiba waktunya si jago merah membakar aku bersama teman-temanku. Tak ada rasa takut, marah yang kurasa melainkan kebahagiaan. Karena aku masih diperbolehkan melihat untuk yang terakhir kalinya, pertobatan sang majikanku. Kini aku tinggal menjadi abu. Dari abu inilah aku dapat menjadi pengingat sikap tobat bagi majikanku. Semoga pertobatan yang dijalani benar-benar pertobatan yang sejati. Bukan tobat yang kapok lombok.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar