Selasa, 30 Agustus 2011
Hidup itu ibarat ketupat
Kebahagiaan kita menjadi penuh dengan memberikan diri kita bagi orang lain. Rasanya di hari lebaran ini sangat mudah untuk menemukan ketupat. Baik ketupat kosongan yang dijual di pasar ataupun ketupat yang sudah matang yang siap disantap bersama opor. Tak semua orang dapat membuat ketupat. Butuh keterampilan tangan dalam merajut anyaman daun kelapa yang dibuat menjadi bentuk segi empat yang unik. Setelah terbentuk longsongan ketupat, biasanya lalu diisi dengan beras. Dalam mengisinya pun tidak boleh terlalu penuh. Kalau terlalu penuh berasnya, jika matang bentuk ketupat akan membesar, dan nasinya bisa mencotot pada keluar. Pokoknya bentuknya tidak rapi dan bisa membuat selera orang untuk makan opor jadi berkurang.
Setelah diisi beras sesuai takaran, baru ketupat siap dimasukan dalam dandang dengan nyala api yang secukupnya. Panasnya api akan mengubah butir-butir beras menjadi nasi yang memadati isi ketupat. Tak berapa lama ketupatpun sudah matang. Ketupat yang sudah matangpun tak dapat digunakan, atau tak dapat disantap bersama opor ayam jika tubuh ketupat tidak dibelah terlebih dahulu. Tajamnya pisau membelah badan ketupat menjadi dua bagian. Tak berhenti disitu, setelah terbelah menjadi dua bagian besar, masing-masing bagian masih dipotong lagi kecil-kecil. Dipotong kecil-kecil untuk dibagi rata sesuai dengan porsi yang diinginkan.
Hidup kita ibarat seperti ketupat. Tangan Tuhan lah yang merajut dan menganyam diri kita hingga kita hadir di dunia ini. Kita ibarat anyaman daun kelapa, yang masing-masing telah diberi dan dibekali dengan segala anugerah, bakat dan talenta untuk dapat digunakan dalam mengisi hidup ini. Selama kita masih diberikan hidup, apakah segala perbuatan, anugerah, bakat dan talenta kita sudah bermanfaat bagi sesama kita? Sudahkah kita mengembangkan segala apa yang kita terima dengan semaksimal mungkin? Sudahkah kita bagi-bagikan untuk sesama kita? Seperti ketupat matang yang dipenuhi dengan nasi, begitupula kebahagiaan kita menjadi penuh dengan mau memberikan diri kita bagi sesama. Berkurban, dan rela untuk dibagi-bagi demi sesama. Seperti potongan kecil-kecil ketupat yang tersaji bersama opor, yang siap dinikmati oleh seluruh anggota keluarga. Sungguh indah bukan? Berkat potongan-potongan kecil ketupat, dapat melengkapi kebahagiaan berkumpul bersama sanak keluarga.
Jangan biarkan apa yang telah dianugerahkan kepada kita hanya untuk diri kita sendiri saja. Kita tak mau berkorban dengan memberikan apa yang kita punya buat sesama. Kita tak mau berbagi, kita tau mau bersusah payah, tak mau repot-repot demi sesama. Kita ibarat ketupat yang tak mau diiris dengan pisau. Hanya sebagai hiasan di meja makan, yang lambat laun akan basi karena tak mau dipotong dan dibagi-bagi. Jangan biarkan diri kita menyesal, karena terlambat menyadari dan membagikan anugerah yang dimiliki bagi sesama.
Berkurban itu memang pahit jika ditanya "mengapa," namun membahagiakan bila dilaksanakan dengan ikhlas.
-siGal-
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar